Inilah
kisah saya. Kisah dimana saya mengerti arti sebuah pengorbanan cinta. Cinta yang
tulus karena kepercayaan dia terhadap takdir. Meski takdir itu tidak dapat kami
tentukan. Hanya DIA yang tahu takdir yang terbaik bagi kami. Dengannya saya
belajar sabar dan tabah.
Saya
masih mengingat, saat saya iseng melempar gulungan kertas pada seorang teman
yang duduk paling depan, Tetapi meleset dan mengenai pak Dewa. Kami semua terdiam
saat beliau menanyakan siapa yang melempar gulungan kertas itu. Tidak ada yang
tahu bahwa sayalah pelakunya. Seketika itu juga saya mendengar suara pelan
milik Putra.
“Bukankah
kamu pernah bilang, bahwa kamu hanya takut kepada Allah. Lalu apa sekarang?”
Saya
hanya terdiam, tidak bisa dibayangkan jika saya mengaku. Mungkin saya akan
dipermalukan didepan kelas atau menangis sejadi-jadinya ketika semuanya
menjauhi. Saya bimbang, hilang sudah rasa ingin bertanggung jawab. Yang saya
pentingkan hanya ego tanpa peduli dampak setelahnya. Terlalu lama saya
berfikir, pada akhirnya dialah yang mengakui keasalahan saya, laki-laki yang
sempat mempertanyakan iman saya telah berdiri dan meminta maaf pada sang guru.
Segala
kemarahan pak Dewa telah ia tampung. Ia telan begitu saja tanpa merasakan panas,
asam atau bahkan pahit. Dia telah menjadi tameng atas kebodohan saya. Meski
begitu, bibirnya masih terukir senyuman yang begitu tulus untuk saya tanpa
sedikitpun rasa kebencian disana.
Dia
bagaikan seorang malaikat yang ditakdirkan Allah untuk melindungi saya. Pernah
suatu hari saat saya membersihkan kelas sendirian dia duduk didepan kelas. Saya
masih jelas ingat apa yang kami bicarakan saat itu, percakapan yang tidak akan
pernah saya lupakan sampai detik ini.
“Han,
Kamu percaya pada takdir?”
Tanya
Putra saat saya menyelesaikan tugas.
“iya,
tentu. Takdir adalah bagian dari rukun iman”
“Bagaimana
jika kamu ditakdirkan berjodoh dengan saya?” pertanyaanya membuat saya tertawa.
“Bagaimana
kamu berpikir sepert itu? Bahkan kita masih SMA”
“Bukankan
jodoh, kematian dan lainnya sudah dituliskan sejak masih dalam kandungan?”
“Lantas?”
“Saya
merasa kamulah jodoh saya”
“Apa
maksudmu?”
“Because
I lOVE YOU”
Pengakuan
cinta pertama yang begitu indah karena dia tidak menuntut jawaban dari saya,
dia hanya mengutarakan perasaannya, tidak lebih. Saat akan wisuda dia tidak
tampak di kelas atau dimanapun. Hingga berakhirnya acara wisuda, kami tidak
bertemu. Mungkin itu adalah kata cinta yang pertama dan terakhir untuk saya.
Sebuah
SMS masuk dan memberi kabar tentangnya, laki-laki yang saya tunggu-tunggu sedari
tadi. Hatiku seakan ditusuk dengan tombak yang begitu runcing, menusuk sampai menghancurkan
hatiku setelah selesai membaca SMS. Air mataku langsung berlinang.
Sebuah
tangan langsung menarik dan memelukku, Lily sahabatku membawaku ke pelukannya
matanya basah seperti mataku. Mulutnya terus saja bergumam.
“Putra
meninggal Han,!Putra meninggal”
~1/2 TRUE
STORY~